Hello

Welcome

Haii Teman- teman Selamat Datang di blogku yang sederhana ini. Sekilas tentang Blog saya, disini kalian bisa menikmati berbagai macam Music, Software, Artikel music, Movie, sampe Video. Moga dengan blog saya ini dapat membantu kalian dalam mencari apa yang kalian mau... Bila belum ada, silahkan request... Insya Allah akan saya bantu :)

Selamat menjelajah dan Jangan lupa meninggalkan saya sebuah comment

Our Content

Untuk sementara, hanya ini isi dari blog saya. Jika ada sesuatu yang kalian inginkan atau ingin mencari tau, Let me know, dan saya akan mencoba membantu kalian

Sitemap

stat counter

Tuesday, March 6, 2012

Thomas Ramdhan Profil

Keinginan menggebu Thomas untuk memiliki bassnya sendiri mengalahkan ujian masuk perguruan tinggi yang mestinya diikutinya. ''Hari pertama Sipenmaru, aku nggak ikut, tapi beli bass,'' katanya mengenang. Ia menggunakan uang yang mestinya untuk kuliah.

Lewatlah Sipenmaru -- sebuah kesempatan yang, ketika itu, sangat diburu-buru oleh mereka yang baru lulus 'SMA.'Bayangkan, kuliah ditantangin sama ngeband, yang waktu itu [aku] lagi getol-getolnya,'' katanya pula

Ia memang kemudian berhasil menembus Sipenmaru, pada kesempatan berikutnya, dan diterima di Jurusan Sastra Jepang, Universitas Padjadjaran, Bandung.

Tapi semangatnya untuk ngeband -- bermain bass -- sudah tak bisa dihadang oleh apa pun. Sebuah pilihan yang belakangan membuatnya termasuk salah satu pemain bass terbaik di sini.


Semula Thomas lebih akrab dengan gitar. Ia belajar instrumen paling populer ini sejak kelas 3 SD di Bandung. Mula-mula ia belajar dari kakaknya, tapi lalu ikut les gitar klasik. Masuk SMP, dan mulai aktif ngeband, ia mencoba-coba bermain bass. Ia makin asyik dengan instrumen baru itu saat SMA, dan mulai suka bolos sekolah (''Waktu SMA lagi bandel-bandelnya, tuh,'' ujarnya). Ia akrab dengan lagu-lagu Level 42, Uzeb, Deep Purple, Rush, Saga, dan banyak diminta main di mana-mana.

Setelah main di mana-mana, Thomas makin yakin pada pilihannya. ''Akhirnya saya mikir ternyata main bass itu asyik juga. Dulunya [saya] nganggap biasa aja, cuman bunyi nada satu-satu gitu ... Tapi ternyata ada sesuatu yang lain,'' ujar kelahiran Bandung, 5 Maret 1967, ini.

Bagi Thomas, bass adalah instrumen yang posisinya menentukan dan punya dua fungsi, yaitu rhythm dan melodi. Tidak seperti drum, misalnya, yang hanya berfungsi sebagai rhythm saja. Ia melihat bass bisa menjadi pemimpin instrumen lainnya.

''Contohnya kalau kord gitar Em, basnya E ya Em. Tapi kalau basnya C berarti bukan Em lagi. Kord gitarnya Em, kalau basnya saya pindah, keseluruhannya bukan Em lagi tapi jadi Cmaj7 ... Tapi bukan berarti instrumen yang lain nggak ada artinya. Masing-masing pasti punya keistimewaan tersendiri,'' kata pemilik bas merek G&L ini.

Bass pula yang membawanya ke Jakarta. Ceritanya, ketika gitaris Michael Jackson ke Indonesia, Thomas diajak Baron, teman ngebandnya, yang menjadi guide, untuk menonton -- bahkan sampai ke back stage. Di situ ia bertemu dan berkenalan dengan beberapa musisi yang juga sedang menonton. Mereka, antara lain, adalah Pay, Bongky, Ronald, dan Anang. Ia mengundang mereka untuk menonton pertunjukannya di Bandung. Dan mereka, setelah memenuhi undangannya, lalu menawarinya untuk hijrah ke Jakarta.

Waktu itu sekitar tahun 1991. Ia nekat, tanpa tahu apa yang akan dilakukannya. Ia mula-mula ''mendarat'' di markas Slank, Gang Potlot. ''Potlot tempatnya asyik. Suasana dan lingkungannya bener-bener enak buat ngeband,'' kata penggemar Erwin Gutawa, Yance Manusama, Donny Fattah, Billy Sheehan, dan Jaco Pastorius ini. Pada 1994 ia ikut mendirikan GIGI.

Lepas dari GIGI, Thomas seperti menghilang. Belakangan, setelah sempat muncul di beberapa event, mulai ketahuan ia sibuk dengan grup barunya, Center, di samping menjadi pemain tamu (additional player) di Ahmad Band. Bersama rekan-rekannya di Center ia sedang mengumpulkan dan menggarap lagu-lagu baru, dengan konsep yang sama sekali berbeda dari GIGI. Banyak eksperimen, dengan dukungan peralatan yang computerized. Menurut Thomas, nuansa tekno dan ska sangat terasa di situ.

Masih dengan bunyi-bunyian elektronik, Thomas sangat ingin membuat sebuah opera. ''Musiknya orkestra, tapi dengan sound elektronik, bukan dengan sekian banyak pemain string, misalnya. Jadi, saya akan main bass, tapi dengan synthesizer,'' katanya.

Ia mengangankan kota tempat ia pernah menjalani masa kecilnya, Majalaya. Dulu, di sana, banyak sekali pabrik di sekitar rumahnya. Ia ingat benar bagaimana bunyi-bunyian mesin pabrik, dan ia mengibaratkannya sebagai sebuah irama musik dengan beat yang mengasyikkan. ''Opera itu menceritakan suasana industri yang penuh dengan bunyi mesin-mesin, bahkan sampai ada gedung yang roboh dan sebagainya,'' ujarnya.

0 comments:

Post a Comment

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More